Sembilan Komandan Perang Nahdlatul Ulama
|
NU
adalah organisasi islam terbesar di Indonesia. Peranan NU dalam
perjuangan kemerdekaan dari penjajahan, tidak dapat ditanggalkan
begitu saja dari alur sejarah kemerdekaan Indonesia. Hizbullah
menjadi salah satu motor penggerak para pejuang kala itu. Dari
pergolakan perjuangan inilah muncul nama-nama besar para komandan perang
NU yang patut kita teladani bersama.
1. KH ZAINUL ARIFIN
Postur
tubuhnya yang tegap, gagah dan berparas tampan menguatkan profil
dirinya sebagai seorang pejuang sejati. Pria kelahiran Barus, Tapanuli
Selatan, Sumatera Utara pada tahun 1909 ini memang identik dengan
Hizbullah. Tampuk kepemimpinan organisasi ini juga pernah dijabatnya
sejak awal Januari 1945. Sebagai seorang komandan dirinya selalu
memberikan contoh yang baik kepada para bawahannya.
Geliat perjuangannya memang tidak terekam jelas dalam sejarah. Namun, dengan diangkatnya Kiai Zainul sebagai Komandan Hizbullah menandakan dirinya berperan besar dalam pergulatan perjuangan NU melawan penjajah. Pria yang masih keturunan dari Raja Barus (Sutan Ramali Pohan bin Sutan Sahi Alain) ini juga telah banyak terkontribusi baik bagi NU maupun negara. Jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Kerja III (1962-1963) menjadi satu komitmen khusus kesetiaannya kepada negara. Di akhir hayatnya (2 Maret 1963) ia tercatat sebagai Pahlawan Nasional dan penyandang penghargaan Mahaputera dari pemerintah.
Geliat perjuangannya memang tidak terekam jelas dalam sejarah. Namun, dengan diangkatnya Kiai Zainul sebagai Komandan Hizbullah menandakan dirinya berperan besar dalam pergulatan perjuangan NU melawan penjajah. Pria yang masih keturunan dari Raja Barus (Sutan Ramali Pohan bin Sutan Sahi Alain) ini juga telah banyak terkontribusi baik bagi NU maupun negara. Jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Kerja III (1962-1963) menjadi satu komitmen khusus kesetiaannya kepada negara. Di akhir hayatnya (2 Maret 1963) ia tercatat sebagai Pahlawan Nasional dan penyandang penghargaan Mahaputera dari pemerintah.
2. KH. MASJKUR
Lahir
di Singosari, Malang, 1315 H/30 Desember 1900 M. Masa mudanya banyak ia
habiskan untuk merantau dari pesantren ke pesantren. Pengembaraannya
dimulai dari Pesantren Bungkuk di Singosari, berlanjut ke Pondok Sono,
Siwalanpanji, Tebuireng hingga berguru kepada Syaikhona Cholil
Bangkalan.
Di masa-masa perjuangan revolusi pembebasan atas penjajahan, Kiai Masjkur aktif turut berjuang sebagai seorang pejuang. Tak ayal jabatan sebagai Ketua Markas Tertinggi Sabilillah (1945-1947) diamanahkan kepada dirinya. Dan di masa Mr Amir Syarifuddin ia ditunjuk secara resmi untuk menjadi anggota Badan Pembela Pertahanan Negara. Banyak perjuangan lain yang ia tunjukkan demi mengabdi pada negara. Bahkan dirinya juga tercatat pernah menjabat sebagai seorang Menteri Agama hingga 4 kabinet. Pada 19 Desember 1992 dirinya harus berpulang ke Rahmatullah. Dan di waktu pemakaman itulah dirinya mendapat penghormatan secara militer, berkat jasa-jasanya yang besar terhadap negara.
3. KH. MUNASIR ALI
Di masa-masa perjuangan revolusi pembebasan atas penjajahan, Kiai Masjkur aktif turut berjuang sebagai seorang pejuang. Tak ayal jabatan sebagai Ketua Markas Tertinggi Sabilillah (1945-1947) diamanahkan kepada dirinya. Dan di masa Mr Amir Syarifuddin ia ditunjuk secara resmi untuk menjadi anggota Badan Pembela Pertahanan Negara. Banyak perjuangan lain yang ia tunjukkan demi mengabdi pada negara. Bahkan dirinya juga tercatat pernah menjabat sebagai seorang Menteri Agama hingga 4 kabinet. Pada 19 Desember 1992 dirinya harus berpulang ke Rahmatullah. Dan di waktu pemakaman itulah dirinya mendapat penghormatan secara militer, berkat jasa-jasanya yang besar terhadap negara.
3. KH. MUNASIR ALI
Dilahirkan
di daerah Modopuro, Mojasari, Mojokerto pada 2 Maret 1919 dari seorang
ayah bernama H Ali vang merupakan seorang kepala desa yang dihormati
di daerahnya. Selama perang kemerdekaan meletus Kiai Munasir aktif
sebagai seorang pejuang dan berkarir di dunia kemiliteran. Karirnya
dimulai dengan mengikuti latihan kemiliteran prajurit Jepang dengan
masuk sebagai anggota penerangan Heiho. Aktif sebagai pasukan Hizbullah
dengan menjadi Komandan Batalyon Condromowo dan turut andil dalam
mendirikan Hizbullah Cabang Mojokerto. Dan ketika Hizbul¬lah melebur ke
dalam barisan TNI, Kiai Munasir juga terdaftar sebagai anggota aktif,
hingga dirinya diangkat menjadi Komandan Batalyon 39 TNI AD. Di akhir
hayatnya pada 1 Januari 2002 pelbagai penghargaan pernah diberikan
kepadanya mulai dari Satya Lentjana peristiwa Perang Kemerdekaan I dan
II, Bintang Gerilya dan lain sebagainya.
4. KH SULLAM SYAMSUN
4. KH SULLAM SYAMSUN
Dia
adalah satu-satunya penyandang pangkat tertinggi kemiliteran dari para
tokoh NU yang pernah aktif di sana. KH Sullam Syamsun begitulah nama
lengkapnya. Dilahirkan di Malang 29 April 1922. Pada masa karir
keaktifannya di dunia kemiliteran pelbagai jabatan te¬lah ia rengkuh
mulai dari Komandan Kompi I merangkap Wakil Batalyon I Brigade IV
Brawijaya, Komandan keamanan Malang Kota, Komandan Batalyon 523, 514, Pa
Teritorium V/Brawijaya dan pada tahun 1977 pensiun penuh dengan pangkat
terakhir Brigadir Jenderal TNI.
5. KH. ISKANDAR SULAIMAN
5. KH. ISKANDAR SULAIMAN
Terlahir
dari nasab keturunan bangsawan yang kaya raya. Iskandar Sulaiman tak
menampakkan sedikitpun raut kepongahan. Justru ia dikenal sebagai
seorang yang sangat dermawan. Selepas perjalanannya menimba ilmu di
Pesantren Tebuireng, dengan kekayaannya digunakannya untuk memakmurkan
masyarakat sekitar sekaligus memperkenalkan NU kepada masyarakat.
Beberapa unit pendidikan seperti madrasah dan kegiatan penunjang lain
turut didirikannya. Namun, karirnya tidak hanya berhenti sebagai seorang
pengajar saja. Di masa menjelang dan setelah masa kemerdekaan ia
aktif di dunia kemiliteran. Semangat nasionalisme selalu
terpancar dari sosoknya. Perjuangan itu terus ia lakukan hingga
pangkat terakhir yang pernah ia raih sebagai seorang kolonel.
6. KH. HASYIM LATIEF
Dilahirkan di daerah Sumobito, Jombang pada 17 Mei 1928. Nama lengkapnya ialah Hasyim Latief, ia dikenal sebagai seorang tokoh Hizbullah. Awal karirnya di Hizbullah ia mulai di kala ia berstatus sebagai
6. KH. HASYIM LATIEF
Dilahirkan di daerah Sumobito, Jombang pada 17 Mei 1928. Nama lengkapnya ialah Hasyim Latief, ia dikenal sebagai seorang tokoh Hizbullah. Awal karirnya di Hizbullah ia mulai di kala ia berstatus sebagai
peserta
pada pelatihan opsir Hizbullah di Cibarusa, Bogor (1945) Se-Jawa dan
Madura. Disaat Hizbullah Jombang didirikan, Kiai Hasyim Latief lansung
menjabat sebagai seorang komandan latihan. Dan ketika kisaran tahun 1947
terjadi peleburan antara TNI dengan Hiz¬bullah, ia masuk ke dalam
resimen 293 dengan komandan Letkol KH A Wahib Wfehab. Pangkat terakhimya
yang ia panggul adalah Komandan Kompi I Yon Munasir. Sayang,
perjuangannya harus terhenti pada Mei 2005, pada usia 77 tahun dirinya
dipanggil Sang Khalik.
7. KH. ZAINAL MUSTOFA
Nama
kecilnya adalah Hudaeni. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra
pasangan Nawapi dan Ny Ratmah, di kampung Bageur, Desa Cimerah,
Kecamatan Singaparna. Dikenal sebagai salah satu tokoh NU yang
memiliki banyak pengikut (baik dari kalangan santri dan masyarakat)
sekaligus getol dalam menyemangatkan gerakan perlawanan terhadap
penjajahan. Ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda yang
kerap disampaikannya dalam ceramah dan khutbah-khutbahnya. Di masa
penjajahan Jepang dirinya jugamengatur strategi perlawanan terhadap
Jepang. Dengan semangat jihad membela kebenaran agama dan
memperjuangkan bangsa, KH Zaenal Mustafa merencanakan akan
mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Pebruari 1944 (1
Maulud 1363 H). Ia juga turut serta mengomandoi perlawanan terhadap
Jepang di Sukamanah Tasikmalaya. Namun sayang perjuangannya harus
berakhir dibalik jeruji besi. Pesantren yang didirikannya harus ditutup
oleh Jepang. Dan atas jasa-jasa itulah kini KH Zainal Mustofa diangkat
sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
8. H ABDUL MANAN WIJAYA
8. H ABDUL MANAN WIJAYA
Namanya
cukup melegenda di wilayah Kotatif Batu. Itu karena namanya telah
dijadikan sebagai nama jalan, tepatnya Jl. Manan Wijaya, yang
membentang di sepanjang daerah Pujon. Nama aslinya Rumpoko, lahir di
Pujon pada 1910. ayahnya seorang mandor jalan. Manan Wijaya adalah
alumni Pesantren Tebuireng Jombang. Ketika PETA dibentuk, ia langsung
bergabung dengan kesatuan militer Jepang tersebut Meski sebagai
tentara aktif, namun sosok santri selalu tampak Ia juga rutin
berlangganan Suara NU dan Suara Ansor dari Surabaya. Setelah menjadi
pembicara dalam rapat akbar di Tebuireng (1967) dan menyebut “Hamid
Roesdi itu Ketua Ansor” ia diMabeskan hingga pensiun.
Pensiun dengan pangkat terakhir Brigjen. Jenazah dimakamkan di Desa Sisir Kecamatan Batu, atas permintaan sendiri, karena tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Pensiun dengan pangkat terakhir Brigjen. Jenazah dimakamkan di Desa Sisir Kecamatan Batu, atas permintaan sendiri, karena tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
pusat kota, tapi juga nama terminal diKedungkandang. Patungnya juga dapat dilihat di Malang. Lahir di Sumbermanjing Kulon (Pagak) Malang Selatan pada 1917. Ia putera ke empat H Umar Roesdi. Di masa penjajahan Jepang ia masuk pendidikan perwira Bo Ei Gyugun Kanku Kyokutai di Bogor, kemudian menjadi Cudancho PETA di Malang Syu Dai I Daidan (Dai I Cudan) yang berkedudukan di Glagah Aren Sumbermanjing. Awal 1947 diangkat sebagai komandan Resimen Infantri 38 Divisi VII Untung Suropati dan sebagai Komandan Pertahanan Daerah Malang berkedudukan di Pandaan Pasuruan. Pada waktu penumpasan PKI Muso (Madiun Affair) ia menjabat Komandan Komando Penumpasan PKI Muso di daerah Malang Selatan (Turen-Donomulyo). Menghadapi Clash II Belanda menjabat Komandan Sub Wherkreise I dan memimpin gerilya di daerah pendudukan Malang Timur dengan pangkat mayor. Pada 8 Maret 1949 ia gugur bersama pasukannya di daerah Wonokoyo, Kedungkandang pukul 03.00 dinihari.
Sumber: Majalah AULA Edisi November 2012 hal. 58-59 dalam website kangluqman.com []
0 Komentar:
Post a Comment